Sabtu, 05 Januari 2013

NATO (No Amplop Thank's Only)



Jujur saya mulai agak gerah dengan sikap para pegawai pemerintahan dari mulai tingkat Desa/Kelurahan sampai ke tingkat kementrian bahkan mungkin juga ke tingkat kepresidenan (bukan provokasi). Setelah saya mengalami sendiri bagaimana piciknya pikiran seorang pegawai pemerintah dalam mencari kesempatan dalam kesempitan. 
Berawal pada saat pembuatan Kartu Keterangan Tidak Mampu sebagai syarat pengajuan beasiswa di kampusku. Saat pergi ke kantor Kepala Desa untuk meminta legalisir SKTM yang saya buat, pelayanannya memang bagus namun pelayanan yang bagus itu jadi tercoreng saat prosesi penyerahan surat yang saya buat.
"Biayanya Rp. 10.000,- Pak" ucap aparatur pemerintah tersebut.
Saya pun kaget, surat yang dibuat untuk menyatakan bahwa orang tersebut dalam surat tidak mampu dan layak dibantu saja masih di minta bayaran, apa memang harus seperti itu dalam aturan pemerintah bahwa 1 lembar surat dan tanda tangan yang di keluarkan oleh kantor kepala desa harus di ganti dengan sejumlah uang. Saya tidak tahu, tapi menurut saya itu sudah tugas mereka dan sudah kewajiban pemerintah untuk menyediakan semua kepentingan administrasi kependudukan setiap warganya. Jadi tidak perlu lagi meminta bayaran kepada masyarakat.
Kejadian kedua saat saya bersama ikatan pemuda di daerah tempat saya tinggal mengajukan proposal  untuk membuka usaha kepada Bupati. Proposal tersebut memang cair dan di setujui oleh Bupati namun kejanggalannya adalah ketika uang tersebut di ambil, dikenakan potongan sebesar 10% oleh salah satu pegawai disana. Anehnya lagi Laporan Pertanggung  Jawaban yang kami buat harus sesuai dengan jumlah yang kami ajukan yaitu sebesar Rp. 5.000.000,- sedangkan di awal penerimaan saja sudah ada potongan 10% dan itu tidak boleh di sebutkan dalam Laporan Pertanggung Jawaban yang kita buat sebagai uang potongan namun harus tertulis dalam pengeluaran keperluan.
Kejadian ketiga hampir serupa dengan kejadian sebelumnya, saat itu saya yang juga sebagai sekretaris di RT saya mengajukan proposal kepada pemerintah untuk memperbaiki sarana ibadah yang sudah kurang layak dan perlu segera di perbaiki. Pengajuan proposal tersebut kembali cair, kali ini berbeda dengan proposal sebelumnya yang uangnya di ambil langsung ke kantor pemerintahan. Pencairan proposal yang terakhir menggunakan sistem penarikan via rekening bank, setelah saya bertanya kepada beberapa orang hal itu dilakukan untuk menghilangkan praktek "balas jasa" yang sebelumnya dilakukan dengan samaran potongan 10%. Namun apa memang tidak ada praktek "balas jasa"?
Masih ada !!
Dengan modus berbeda yaitu langsung meminta kepada penerima dana proposal sebagai ongkos administrasi pengajuan proposal. Sesuatu yang telah menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pegawai.
Kejadian-kejadian tersebut merupakan beberapa contoh kecil saja terkait praktek "balas jasa". Contoh lainnya yang mungkin semua sudah tahu adalah kasus proyek Hambalang, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng dan beberapa pejabat lainnya.
Sepicik itu kah pejabat-pejabat pemerintah kita?
sepenting itu kah nilai uang bagi mereka?
Seperti itukah tujuan mereka menjadi anggota dewan, pegawai pemerintah dan kepala daerah?
Sebejat itukah politikus-politikus di Indonesia?
Seberapa bobrokkah sebenarnya moral bangsa Indonesia ini?

 -------------------- || ----------------------

Kita beralih dulu ke cerita saya yang lain. Cerita tentang seorang tukang parkir yang saya temui di salah satu tempat perbelanjaan.
Seperti biasa, saya selalu belanja kebutuhan sehari-hari bersama kakak saya karena di rumah persediaan sudah mulai menipis. Kendaraan saya parkir di area parkir, 4 orang penjaga parkir terlihat sibuk membantu orang-orang yang akan belanja di tempat itu memarkirkan kendaraan mereka. Panas matahari, debu asap kendaraan tidak menghalangi mereka untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai penjaga parkir. Belum lagi banyaknya kendaraan yang keluar masuk area parkir dan mengamankan jalan raya yang terdapat banyak kendaraan kesana kemari walau hanya sekedar lewat untuk mengeluarkan kendaraan konsumen dengan selamat kembali ke jalan raya yang hiruk pikuk tersebut.
Saya angkat 2 jempol untuk kesungguhan mereka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Namun ada yang lebih saya puji lagi dari sikap mereka, yaitu kejujuran. Saat saya selesai belanja langsung kembali ke area parkir untuk mengeluarkan kendaraan saya, seorang penjaga parkir meniup peluitnya tanda agar saya menahan kendaraan saya agar jangan dulu bergerak sebelum ada  yang mengatur, menjaga supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Setelah berhasil keluar dari posisi parkir dan siap kembali ke jalan raya saya rogoh saku celana untuk mengeluarkan uang sebagai ucapan terima kasih. Namun, penjaga parkir itu menolak dan berkata.
"Tidak usah pak, kami sudah di gaji oleh perusahaan dan ini sudah menjadi tugas kami. Cukup dengan terima kasih saja Pak".
Sebuah kalimat luar biasa yang lahir dari seorang penjaga parkir. Seorang yang dengan pekerjaan seberat itu dapat menerima dan melaksanakan pekerjaan itu dengan jujur dan amanah. Menolak selembar uang agar diganti dengan ucapan terima kasih.

Perbandingan dua kejadian yang berbeda, pegawai pemerintah yang melaksanakan pekerjaan yang saya  rasa tidak terlalu berat karena saya dan saya yakin penghasilan mereka lebih besar dari penghasilan penjaga parkir yang saya temui. Namun besarnya jabatan dan penghasilan yang diterima tidak menjadikan mereka  sebagai pegawai yang jujur dan amanah terhadap tanggung jawabnya. Berbeda dengan penjaga parkir yang memiliki penghasilan dan jabatan yang lebih kecil dari pegawai pemerintah namun dapat berlaku jujur dan amanah dalam menjalankan pekerjaannya.
Entah apa yang membuat 2 pekerjaan dengan tingkat yang berbeda tersebut menjadi begitu bertolak belakang dengan yang seharusnya.  Namun yang pasti, jika seluruh kantor pemerintahan dan instansi-instansi pemerintah lainnya menerapkan prinsip NATO (No Amplop Thank's Only) dalam setiap pekerjaannya mungkin pandangan masyarakat terhadap pemerintah kita saat ini akan menjadi lebih baik. Memang tidak semua pegawai pemerintah seperti yang saya utarakan di atas, namun tidak sedikit pula pegawai pemerintah yang seperti yang saya gambarkan di atas.
Semoga pegawai pemerintah dan kepala-kepala pemerintahan segera mengevaluasi dan meresolusi seluruh sistem yang ada dalam pemerintah tersebut agar dapat menghasilkan pelayanan dan sistem pemerintahan yang jauh lebih baik dari saat ini.
Terakhir, mari kita sebagai mahluk sosial untuk lebih menunjukkan kepedulian kita dengan berprinsip NATO (No Amplop Thank's Only) terhadap apapun yang kita lakukan yang sudah menjadi tanggung jawab kita (kecuali untuk gaji bulanan karena itu hak kita).. hehe

Semoga bermanfaat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar