Jujur saya mulai agak gerah dengan sikap para pegawai
pemerintahan dari mulai tingkat Desa/Kelurahan sampai ke tingkat kementrian
bahkan mungkin juga ke tingkat kepresidenan (bukan provokasi). Setelah saya
mengalami sendiri bagaimana piciknya pikiran seorang pegawai pemerintah dalam
mencari kesempatan dalam kesempitan.
Berawal pada saat pembuatan Kartu Keterangan Tidak Mampu sebagai syarat pengajuan beasiswa di kampusku. Saat pergi ke kantor Kepala Desa untuk meminta legalisir SKTM yang saya buat, pelayanannya memang bagus namun pelayanan yang bagus itu jadi tercoreng saat prosesi penyerahan surat yang saya buat.
Berawal pada saat pembuatan Kartu Keterangan Tidak Mampu sebagai syarat pengajuan beasiswa di kampusku. Saat pergi ke kantor Kepala Desa untuk meminta legalisir SKTM yang saya buat, pelayanannya memang bagus namun pelayanan yang bagus itu jadi tercoreng saat prosesi penyerahan surat yang saya buat.
"Biayanya Rp. 10.000,- Pak" ucap aparatur
pemerintah tersebut.
Saya pun kaget, surat yang dibuat untuk menyatakan bahwa
orang tersebut dalam surat tidak mampu dan layak dibantu saja masih di minta
bayaran, apa memang harus seperti itu dalam aturan pemerintah bahwa 1 lembar
surat dan tanda tangan yang di keluarkan oleh kantor kepala desa harus di ganti
dengan sejumlah uang. Saya tidak tahu, tapi menurut saya itu sudah tugas mereka
dan sudah kewajiban pemerintah untuk menyediakan semua kepentingan administrasi
kependudukan setiap warganya. Jadi tidak perlu lagi meminta bayaran kepada masyarakat.
Kejadian kedua saat saya bersama ikatan pemuda di daerah
tempat saya tinggal mengajukan proposal
untuk membuka usaha kepada Bupati. Proposal tersebut memang cair dan di
setujui oleh Bupati namun kejanggalannya adalah ketika uang tersebut di ambil,
dikenakan potongan sebesar 10% oleh salah satu pegawai disana. Anehnya lagi
Laporan Pertanggung Jawaban yang kami
buat harus sesuai dengan jumlah yang kami ajukan yaitu sebesar Rp. 5.000.000,-
sedangkan di awal penerimaan saja sudah ada potongan 10% dan itu tidak boleh di
sebutkan dalam Laporan Pertanggung Jawaban yang kita buat sebagai uang potongan
namun harus tertulis dalam pengeluaran keperluan.
Kejadian ketiga hampir serupa dengan kejadian sebelumnya,
saat itu saya yang juga sebagai sekretaris di RT saya mengajukan proposal
kepada pemerintah untuk memperbaiki sarana ibadah yang sudah kurang layak dan
perlu segera di perbaiki. Pengajuan proposal tersebut kembali cair, kali ini
berbeda dengan proposal sebelumnya yang uangnya di ambil langsung ke kantor
pemerintahan. Pencairan proposal yang terakhir menggunakan sistem penarikan via
rekening bank, setelah saya bertanya kepada beberapa orang hal itu dilakukan
untuk menghilangkan praktek "balas jasa" yang sebelumnya dilakukan
dengan samaran potongan 10%. Namun apa memang tidak ada praktek "balas
jasa"?
Masih ada !!
Dengan modus berbeda yaitu langsung meminta kepada
penerima dana proposal sebagai ongkos administrasi pengajuan proposal. Sesuatu yang telah menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pegawai.
Kejadian-kejadian tersebut merupakan beberapa contoh
kecil saja terkait praktek "balas jasa". Contoh lainnya yang mungkin
semua sudah tahu adalah kasus proyek Hambalang, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng
dan beberapa pejabat lainnya.
Sepicik itu kah pejabat-pejabat pemerintah kita?
sepenting itu kah nilai uang bagi mereka?
Seperti itukah tujuan mereka menjadi anggota dewan,
pegawai pemerintah dan kepala daerah?
Sebejat itukah politikus-politikus di Indonesia?
Seberapa bobrokkah sebenarnya moral bangsa Indonesia ini?
Seberapa bobrokkah sebenarnya moral bangsa Indonesia ini?
-------------------- || ----------------------
Kita beralih dulu ke cerita saya yang lain. Cerita
tentang seorang tukang parkir yang saya temui di salah satu tempat
perbelanjaan.
Seperti biasa, saya selalu belanja kebutuhan sehari-hari
bersama kakak saya karena di rumah persediaan sudah mulai menipis. Kendaraan
saya parkir di area parkir, 4 orang penjaga parkir terlihat sibuk membantu
orang-orang yang akan belanja di tempat itu memarkirkan kendaraan mereka. Panas
matahari, debu asap kendaraan tidak menghalangi mereka untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya sebagai penjaga parkir. Belum lagi banyaknya kendaraan yang
keluar masuk area parkir dan mengamankan jalan raya yang terdapat banyak
kendaraan kesana kemari walau hanya sekedar lewat untuk mengeluarkan kendaraan
konsumen dengan selamat kembali ke jalan raya yang hiruk pikuk tersebut.
Saya angkat 2 jempol untuk kesungguhan mereka dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya. Namun ada yang lebih saya puji lagi dari
sikap mereka, yaitu kejujuran. Saat saya selesai belanja langsung kembali ke
area parkir untuk mengeluarkan kendaraan saya, seorang penjaga parkir meniup
peluitnya tanda agar saya menahan kendaraan saya agar jangan dulu bergerak
sebelum ada yang mengatur, menjaga supaya
tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Setelah berhasil keluar dari
posisi parkir dan siap kembali ke jalan raya saya rogoh saku celana untuk
mengeluarkan uang sebagai ucapan terima kasih. Namun, penjaga parkir itu
menolak dan berkata.
"Tidak usah pak, kami sudah di gaji oleh perusahaan
dan ini sudah menjadi tugas kami. Cukup dengan terima kasih saja Pak".
Sebuah kalimat luar biasa yang lahir dari seorang penjaga
parkir. Seorang yang dengan pekerjaan seberat itu dapat menerima dan
melaksanakan pekerjaan itu dengan jujur dan amanah. Menolak selembar uang agar
diganti dengan ucapan terima kasih.
Perbandingan dua kejadian yang berbeda, pegawai
pemerintah yang melaksanakan pekerjaan yang saya rasa tidak terlalu berat karena saya dan saya
yakin penghasilan mereka lebih besar dari penghasilan penjaga parkir yang saya
temui. Namun besarnya jabatan dan penghasilan yang diterima tidak menjadikan
mereka sebagai pegawai yang jujur dan
amanah terhadap tanggung jawabnya. Berbeda dengan penjaga parkir yang memiliki
penghasilan dan jabatan yang lebih kecil dari pegawai pemerintah namun dapat
berlaku jujur dan amanah dalam menjalankan pekerjaannya.
Entah apa yang membuat 2 pekerjaan dengan tingkat yang
berbeda tersebut menjadi begitu bertolak belakang dengan yang seharusnya. Namun
yang pasti, jika seluruh kantor pemerintahan dan instansi-instansi pemerintah
lainnya menerapkan prinsip NATO (No Amplop Thank's Only) dalam setiap
pekerjaannya mungkin pandangan masyarakat terhadap pemerintah kita saat ini
akan menjadi lebih baik. Memang
tidak semua pegawai pemerintah seperti yang saya utarakan di atas, namun tidak
sedikit pula pegawai pemerintah yang seperti yang saya gambarkan di atas.
Semoga pegawai pemerintah dan kepala-kepala pemerintahan
segera mengevaluasi dan meresolusi seluruh sistem yang ada dalam pemerintah
tersebut agar dapat menghasilkan pelayanan dan sistem pemerintahan yang jauh
lebih baik dari saat ini.
Terakhir, mari kita sebagai mahluk sosial untuk lebih
menunjukkan kepedulian kita dengan berprinsip NATO (No Amplop Thank's Only)
terhadap apapun yang kita lakukan yang sudah menjadi tanggung jawab kita
(kecuali untuk gaji bulanan karena itu hak kita).. hehe
Semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar