Kamis, 13 Juni 2013

Jangan Biarkan “Kebiasaan” Itu Mengubah Nurani"


Cileunyi. Siang hari yang mendung.
Di jalan sempit berbatu di tepian persawahan yang tidak lagi menghampar, mataku menatap sebuah penggalan hidup.
Seorang pria menjelang tua berdiri terrtegun. Pandangannya kosong. Wajahnya diliputi kekhawatiran – sedikit menunjukan rona menangis – pasrah.Tangannya tetap tidak lepas dari gerobak yang rasanya dari tadi didorongnya. Entah dari mana. Gerobak besi berdinding seng. Kosong. Tanpa barang-barang jualan atau barang-barang belanjaan. Hanya segelintir sampah plastik bekas air minum kemasan tergeletak di dalamnya.
Ternyata gerobak itu tidak kosong.Tiga makhluk Allah mungil ternyata duduk di dalamnya. Semua dalam diam. Tanpa ocehan. Tanpa keceriaan. Hanya wajah polosnya masing-masing.
1371044851666362888Yang besar memunggungi ayahnya. Cowok. Harusnya duduk di kelas tiga atau empat SD. Matanya selalu menatap ke depan. Dan di depannya, duduk adiknya - mungkin. Wajahnya juga polos. Dengan duduk bersila putri, dia bersender ke dinding gerobak sebelah kiri. Umurnya ditaksir seusia anak SD kelas satu atau dua. Dan di atas pangkuan anak sekecil itu, tergolek makhluk lainnya: mungil balita. Tertidur pulas. Kepalanya bersandar di dada dan ketiak anak kecil yang sangat mungkin adalah kakaknya. Tidurnya nyenyak, senyenyak seorang bayi tidur di pangkuan ibunya. Tidurnya nyenyak, karena anak kecil itu pun memangku adiknya dengan cara memangku seorang dewasa.
Trenyuh. Pemandangan yang memberi banyak warna. Banyak makna. Kesedihan. Kemiskinan, Keprihatinan. Kepolosan. Ketegaran atau kesabaran atau bahkan kepasrahan.
“Aaargh…..itu hanya sandiwara” – sebuah suara tanpa kata mengiang di telinga.
“Itu tipuan saja. Seringkali kau lihat di Bintaro Jaya. Apalagi saat puasa. Itu sandiwara” – suara itu muncul lagi,
“Lihat di sudut sana. Ada orang dewasa. Maen hape, merokok pula. Mereka memanfaatkan rasa iba”.
Langkahku mendekati gerobak itu terhenti.
“Tapi…..”. Lalu kumantapkan langkahku mendekati gerobak itu.
Saat itu, sebuah suara lembut yang pernah saya dengar dulu, kembali terdengar di telingaku, di hatiku, di batinku.
“Tugas kita berbuat baik. Tugas kita bersedekah. Jika mau bersedekah, SEDEKAHLAH. Jangan biarkan pikiran yang terlalu jauh mencegahmu untuk bersedekah. Janganlah kata-kata “mungkin saja dia…”, “bisa jadi dia…” menahanmu bersedekah. Bersedekahlah. Ikhlaslah. Dan biarkanlah Allah yang kemudian “berbicara”.
####****
Kawan. Jangan sampai sebuah peristiwa atau pemandangan yang menjadi biasa mengubah nurani kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar