Rabu, 01 Mei 2013

Pelajaran Berharga dari Sebelah Sandal

  Hari itu cuaca lumayan sejuk, mendukung untuk sekedar jalan-jalan mencari udara segar dihari libur. Segera saya keluarkan sepeda dan mulai mengayuh menyusuri jalanan Kota Ciamis di Minggu pagi.
Cuaca pagi hari di kota yang sudah mulai hilang kehijauannya ini masih tetap segar seperti dulu jika pagi hari, namun ketika siang hari panasnya sudah seperti kota-kota besar yang jalanannya penuh sesak oleh kendaraan bermotor.
   Tempat pertama yang saya kunjungi adalah jamban sari, salah satu objek wisata sejarah yang ada di Ciamis. Tak terlalu lama saya di sana, karena memang tidak apa-apa hanya sekedar melihat hamparan sawah saja di tengah kota. Perjalanan saya lanjutkan ke daerah Stadion Galuh Ciamis dan terus berputar hingga masuk ke Alun-alun Ciamis. 
   Alun-alun ciamis di pagi hari sudah seperti pasar tanpa pedagang sayur, banyak sekali orang yang lalu lalang, ada yang sambil jogging, bersepeda, jalan kaki biasa, naik delman domba, becak hebring, mobil-mobilan dan main bola. Ada juga muda-mudi yang duduk sambil menyantap bubur ayam bersama teman-teman atau kekasihnya.
   Pandangan saya tertuju kepada seorang bapak-bapak yang sedang berjalan sambil menunduk  seperti mencari sesuatu. Karena kebetulan beliau lewat ke dekat saya, saya pun bertanya, 
   
   "Nuju milarian naon Pa?" (Sedang mencari apa Pak?)
  "Ieu, sendal bapa lepas sabeulah jang. Bade dipilarian deui." (Ini, sendal bapak lepas sebelah. Mau dicari lagi)
   "Di palih mana tadi lepas na Pa? Dibantosan ku abi." (Di sebelah mana lepasnya Pak, biar saya bantu)
  "Lah teu kedah jang wios, Bapa na ge bade uih tos siang. Pun incu tos ngantosan tuh di payun." (Ah, tidak usah nak ga apa-apa, Bapaknya juga mau pulang. Itu cucu bapak sudah nunggu di depan)
   
   Sambil bersiap pergi beliau menunduk melihat sandal yang masih ia kenakan, diperiksanya lalu beliau buka dan pergi begitu saja. Aneh, kenapa sandalnya malah ditinggalkan. Saya pun ambil sandal itu dan lari mengejar bapak tadi.

   "Pa,ieu sendalna kakantun." (Pak, ini sandalnya ketinggalan)
   "Eh, uhun jang wios, ngahaja da di kantunkeun." (Eh, iya nak ga apa-apa, sengaja saya tinggalkan)
   "Naha gening pa?" (Kenapa Pak?)
  "Ah, sendal ngan sabeulah mah moal tiasa di angge jang, wios dikantunkeun, bilih sendal nu itu aya nu mendakan janten tiasa dipasangkeun sareng nu ieu. Supados tiasa di angge kunu mendak. Pami ieu nu sabelah na dicandak ku bapa malah teu tiasa di angge, nu itu teu tiasa da teu aya rencang na, nu ku bapa ge teu tiasa dan teu aya rencang na. Sugan pami dua nana di simpen di dieu ma langkung manpaat."  (Ah, sandal cuma sebelah ga bisa dipakai nak, lebih baik ditinggal, siapa tau ada yang menemukan jadi bisa dipasangkan dengan yang ini. Supaya bisa dipakai sama yang nemukan. Kalau yang sebelah ini dipakai saya malah ga bisa dipakai, yang itu juga ga bisa dipakai sama karena sebelahnya saya bawa. Barangkali kalau saya tinggalkan yang ini akan lebih bermanfaat karena ada pasangannya.)
"Oh, muhun atuh pa." (Oh, iya pak)

   Sejenak saya merenung atas ucapan si Bapak barusan. Dalam hati saya mengiyakan apa yang beliau katakan. Alhamdulillah, saya mendapat pelajaran berharga di pagi ini. Terima kasih Pak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar